Harga minyak dunia melorot pada akhir perdagangan Jumat atau Sabtu pagi WIB. Penurunan harga komoditas itu terjadi usai laporan harga-harga konsumen AS naik lebih besar dari yang diperkirakan dan pemberlakuan lockdown di Cina akibat merebaknya kasus varian baru Covid-19.

Harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk pengiriman Agustus, misalnya, turun US$ 1,06 atau 0,9 persen menjadi US$ 122,01 per barel. Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS untuk pengiriman Juli turun 84 sen atau 0,7 persen menjadi US$ 120,67 per barel.

Bila dibandingkan dalam sepekan ini, kedua harga acuan minyak tersebut masih membukukan kenaikan masing-masing 1,9 persen untuk Brent dan 1,5 persen untuk WTI.

Jebloknya harga minyak mentah seiring dengan terkaparnya saham-saham Wall Street usai pengumuman lonjakan laju inflasi di Amerika Serikat per Mei.

Terus naiknya harga bensin hingga mencapai rekor tertinggi dan meroketnya harga pangan melonjak memicu inflasi ke level terbesar dalam sekitar 40 tahun terakhir. Hal tersebut yang kemudian mendorong ekspektasi bahwa The Federal Reserve akan memperketat kebijakan lebih agresif.

Analis di Price Futures, Phil Flynn, menilai kekhawatiran itu bisa menjadi indikator kebiasaan konsumen. “Meskipun permintaan bensin kuat sekarang, itu pertanda di masa depan bahwa jika harga bensin tidak stabil maka konsumen akan mengurangi (pembelian),” tuturnya.

Di luar AS, pemicu melemahnya harga minyak mentah juga datang dari Shanghai dan Beijing yang kembali mewaspadai lonjakan kasus Covid-19 pada Kamis lalu. Shanghai memberlakukan pembatasan dan lockdown dan mengumumkan putaran pengujian massal untuk jutaan penduduk.

Akibatnya, permintaan akan minyak mentah diperkirakan bakal melandai. Impor minyak mentah Cina pada Mei naik hampir 12 persen dari tahun sebelumnya, ketika permintaan mereka rendah.

Analis Commerzbank, Carsten Fritsch, menyatakan, kondisi saat ini tidak menunjukkan bahwa permintaan minyak bakal meningkat. “Sebaliknya, Cina cenderung bertindak oportunis, membeli minyak mentah dari Rusia dengan harga yang jauh lebih rendah daripada tingkat pasar global untuk mengisi kembali stoknya.”

Adapun harga minyak mentah sebelumnya sudah naik lebih dari US$ 1 di awal sesi karena kekhawatiran potensi gangguan pasokan di Eropa dan Afrika. Hal ini dipicu oleh penurunan produksi minyak Norwegia akibat rencana mogok pekerja mogok pada Ahad besok, 12 Juni 2022.

Hal tersebut disampaikan oleh kata Asosiasi Minyak dan Gas Norwegia (NOG). Dalam pengumumannya disebutkan sekitar 845 dari sekitar 7.500 karyawan di anjungan lepas pantai berencana mogok mulai 12 Juni jika negosiasi gaji tahunan gagal.

Selain itu, harga minyak sempat naik karena turunnya produksi minyak di ladang Sarir Libya setelah pelabuhan Ras Lanuf dan Es Sider ditutup dan ketika satu kelompok mengancam akan menutup pelabuhan Hariga.

Dari Amerika Serikat dilaporkan pasokan minyak mentah dari sejumlah rig naik enam menjadi 580 minggu ini. Angka tersebut adalah yang tertinggi sejak Maret 2020.

Sedangkan prospek untuk mencapai kesepakatan nuklir dengan Iran dan mencabut sanksi AS terhadap sektor energi Iran telah surut. Sebab, Iran pada Kamis lalu memberikan pukulan yang hampir fatal terhadap peluang menghidupkan kembali kesepakatan nuklir.

Kepala IAEA Rafael Grossi menjelaskan Iran mulai menyingkirkan semua peralatan pemantauan Badan Energi Atom Internasional yang dipasang di bawah kesepakatan nuklir. Hal itu juga dinilai sebagai salah satu pemicu pergerakan harga minyak dunia.

Leave A Comment

Recommended Posts