Wall Street Anjlok Usai Pengumuman Inflasi AS Capai Rekor Tertinggi Sejak 1981

Tiga indeks utama Wall Street kompak anjlok pada perdagangan akhir pekan ini usai pengumuman data inflasi Amerika Serikat yang meroket ke level tertinggi sejak 1981.
Lonjakan laju inflasi ini semakin menguatkan sinyal kenaikan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve yang lebih cepat. Hal tersebut yang kemudian menekan pasar saham.
Dow Jones, misalnya turun 2,73 persen menjadi 31.392,79. Begitu juga Nasdaq yang anjlok hingga 3,52 persen ke 11.340,02, dan S&P 500 melemah 2,91 persen menuju 3.900,86.
Mengutip Yahoo Finance, bursa saham AS atau Wall Street kompak jeblok pada hari Jumat waktu setempat karena investor mencerna dua catatan suram pada ekonomi AS.
Data inflasi Mei menunjukkan kenaikan harga secara tak terduga dipercepat bulan lalu. Hal ini terlihat dari indeks harga konsumen naik 8,6 persen year on year di bulan Mei, atau tertinggi sejak tahun 1981.
Data sentimen konsumen yang dirilis Jumat pagi juga mencapai rekor terendah. Hal tersebut karena inflasi membebani rumah tangga di Amerika Serikat.
Sementara itu, imbal hasil treasury melonjak terutama di ujung pendek kurva, dan imbal hasil 2 tahun melonjak ke atas 3 persen. Benchmark hasil Treasury 10-tahun naik menjadi lebih dari 3,1 persen.
Adapun harga minyak mentah AS turun ke sekitar US$ 120 per barel. Padahal pada awal pekan ini harga komoditas itu sempat naik hingga di atas US$ 122 per barel.
Bagi pelaku pasar, rilis Biro Statistik Tenaga Kerja berupa Indeks Harga Konsumen (CPI) atau inflasi adalah angka penting. Pasalnya, data itu memperlihatkan pandangan baru tentang sejauh mana kenaikan harga telah bertahan di seluruh ekonomi AS.
Indeks secara tak terduga dipercepat untuk mencatat kenaikan tahunan 8,6 persen di bulan Mei, menyusul kenaikan April 8,3 persen. Hal tersebut menandai lompatan inflasi terbesar sejak akhir 1981, dan melampaui level tertinggi 41 tahun sebelumnya dalam CPI Maret, yang naik 8,5 persen.
Inflasi inti, yang tidak termasuk harga makanan dan energi yang bergejolak, melejit hingga 6 persen secara tahunan setelah kenaikan 6,2 persen di bulan April. Adapun inflasi tetap menjadi isu dominan bagi investor, pembuat kebijakan dan publik Amerika tahun ini.
Sebab, harga yang lebih tinggi telah mengancam untuk membebani belanja konsumen – pendorong utama kegiatan ekonomi AS. Inflasi juga berarti barang dan jasa menjadi semakin tidak terjangkau.
Laju inflasi juga telah menunjukkan tanda-tanda memicu rotasi dari pengeluaran untuk beberapa barang pilihan ke area pembelian lainnya. Per hari Jumat, indeks sentimen konsumen yang diawasi ketat merosot ke rekor terendah karena kekhawatiran inflasi membebani orang Amerika.
Sedangkan bagi investor, inflasi menjadi penentu utama dalam perjalanan kebijakan moneter The Federal Reserve atau The Fed. Karena The Fed akan mengambil sejumlah langka untuk membantu menurunkan harga yang naik dengan cepat.
Bank sentral diprediksi bakal menaikkan suku bunga setengah poin lagi pada pertemuan penetapan kebijakan minggu depan. Hal ini yang kemudian diperkirakan bakal mendorong kenaikan biaya pinjaman dan melakukan bisnis untuk perusahaan.
Di tengah kekhawatiran atas dampak inflasi terhadap ekonomi dan langkah Fed selanjutnya, saham terus diperdagangkan dengan tidak stabil. “Pada akhirnya, pasar hanya dihadapkan dengan banyak ketidakpastian saat ini. Dan ini bukan hanya kisah inflasi,” ujar ahli strategi pasar global di JPMorgan Asset Management, Jack Manley.
Manley juga menyebutkan masih ada sejumlah ketidakpastian yang bakal menghantui Wall Street. “Beberapa ketidakjelasan seputar apa yang akan dilakukan The Fed. Perang di Eropa terus berkecamuk. Dan kami tahu ada perkembangan baru yang terjadi di bidang itu setiap beberapa hari,” ujarnya.